Penulis : Ekdar Tella
Editor : Redaksi
Maluku,Mitratoday.com-Kebijakan Sekda Maluku melalui surat edaran yang dikeluarkan terkait hari libur dalam lingkup Pemerintah Provinsi Maluku disayangkan oleh banyak pihak karena dinilai mencoreng nilai toleransi dan pluralisme.
Surat edaran tertanggal (18/19/2019) yang ditanda-tangani oleh Kasrul Selang, ST, MT, selaku SEKDA Maluku tersebut terkesan membatasi umat Kristiani dalam melakukan kegiatan peribadatan, padahal Maluku Sangat Toleransi dengan hal yang demikian.
Selain itu pelaksanaan atifitas kantor secara serentak yang dimulai pada tanggal 26 – 31 Desember 2019, sehingga libur hanya diperbolehkan pada tanggal 24 – 25 Desember 2019. Padahal pada tanggal 26 Desember itu masih tetap diadakan ibadah pagi yang merupakan sakramen kudus Natal ke-II digereja disertai prosesi pembaptisan anak secara massal serta pada tanggal 31 Desember diadakan ibadah kunci taong (ibadah penutup akhir tahun untuk menysukuri 1 tahun berjalan) yang melibatkan seluruh umat dari gereja Protestan Maluku.
Maka dengan adanya kebijakan tersebut sesungguhnya secara tidak langsung Pemprov Maluku telah melarang ASN yang beragama Kristen untuk beribadah.
Sehinga ini jelas-jelas merupakan sebuah bentuk pelanggaran terhadap HAK BERIBADAH Warga Negara, padahal hal tersebut sudah dijamin oleh konstitusi bahkan Pak Presiden Jokwoi sendiri meminta untuk aparat penegak hukum mengamankan perayaan natal bahkan menindak tegas kelompak yang menghalangi ibadah natal.
Menyikapi hal tersebut elemen warga masyarakat meminta kepada Pemerintah Provinsi Maluku dalam hal ini Gubernur Maluku, Irjen Pol (Purn) Murad Ismail untuk dapat merefisi surat edaran yang dikeluarkan oleh SEKDA tersebut.
Dalam keterangan persnya Yohansli Noya meminta agar Pak Gubernur segara menindaklanjuti surat tersebut dan merevisinya serta mengeluarkan keputusan baru melalui surat edaran atau konversi pers agar dapat mengijinkan umat Krsitiani melakukan kegiatan perbibadatan pada tanggal 26 dan 31 Desember 2019.
“Harus ada kebijakan lokal dari Pak Gubernur untuk menyikapi hal tersebut seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Papua libur dari tanggal 18 – 27 Desember 2019, jadi poin ini yang ingin kita suarakan dan usulkan, sehingga ada kebijakan lokal untuk menghargai hari-hari besar besar umat Kristiani. Sehingga hal ini diharapkan menjadi pertimbangan serius,” ujar Noya, Kamis (19/12/2019).
Selain itu Budidaya Silaturahim Natal & Lebaran di Maluku itu juga sudah mendarah daging, karen jika hari raya itu tiba, semua komunitas di Maluku saling bersilaturahim, bahkan ada ASN yang melakukan mudik ke Lease, Seram, Buru dan Tenggara.
“Maka itulah, Pemerintah Provinsi Maluku perlu untuk melihat hal ini secara matang agar dapat terus merawat nilai toleransi, pluralisme dan Pela Gandong tanpa mencederaikan nilai tersebut, sehingga tenunan kebangsaan tetap terjaga dan terpelihara di Bumi Raja-raja.”Tutup Noya.