Bengkulu, mitratoday.com – Perbuatan AS (22) warga Desa Embong Ijuk Kecamatan Bermani Ilir Kabupaten Kepahiang yang menyetubuhi adik kandungnya sendiri keterlaluan. Apalagi hasil pemeriksaan Polisi, perbuatan bejat AS tersebut telah dilakukan sebanyak 6 kali, pada tahun 2016 sampai dengan bulan Juni 2018.
Senator muda Indonesia, Hj Riri Damayanti John Latief, mengungkapkan, kejadian demi kejadian di Bengkulu yang merisaukan hati hendaknya segera disikapi dengan pengesahan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Sudah begitu mendesak. Jangan tunggu sampai anggota keluarga kita sendiri yang jadi korban kekerasan seksual ini. RUU PKS ini penting mengingat apa yang diatur dalam aturan yang ada selama ini belum bisa menjawab persoalan demi persoalan yang selalu timbul,” kata Senator Riri kepada wartawan, Jumat (30/11/2018).
Untuk diketahui, sejumlah kasus kekerasan seksual tidak terakomodir di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP hanya mengatur bahwa kejahatan seksual hanya sebatas pencabulan dan pemerkosaan dengan definisi yang sangat sempit sehingga tidak cukup memberikan jaminan perlindungan dan pemulihan kepada korban kekerasan.
“Padahal kekerasan seksual itu luas seperti penyiksaan seksual, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan sampai yang baru-baru ini ada bentuk baru berupa pelecehan seksual berbasis cyber. RUU ini dibutuhkan bukan cuma untuk membuat para predator seksual jera, tapi juga penting bagi keadilan korban,” tegas anggota Kaukus Perempuan Parlemen RI itu.
Senator Riri mengapresiasi Panja RUU Penghapusan Kekerasan Seksual DPR berkomitmen menyelesaikan RUU ini dengan segera namun membutuhkan waktu untuk adanya sinkronisasi dengan undang-undang lain yang berkaitan, yang sekarang sedang direvisi seperti KUHP sehingga kedepannya tidak timbul masalah lain.
“Jangan tunggu masa jabatan yang sekarang habis tahun depan. Berikan kado untuk para korban dan keluarga korban kekerasan seksual sebelum masa jabatan yang sekarang selesai. Buktikan bahwa wakil-wakil rakyat yang sekarang menjabat adalah orang-orang yang memang memiliki perhatian dan keseriusan terhadap masalah-masalah rakyat,” ungkap anggota Komite I DPD RI ini.
Data terhimpun dari Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) angka kejadian kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia sangat tinggi.
Angka kekerasan sempat turun pada 2016 dari 321.752 laporan pada tahun 2015 menjadi 259.150. Namun angka kembali melonjak pada 2017 yang mencapai 348.446 laporan. Sementara data tahun ini sedang direkapitulasi dan akan dirilis pada Maret 2019.
“Besarnya angka kekerasan ini menunjukkan bahwa kekerasan seksual bukan lagi sebuah pelanggaran atas ketenteraman dan ketertiban masyarakat, ini sudah masalah bangsa ini, agama-agama mengutuk hal semacam ini, ini sudah melanggar hak asasi dan kejahatan kemanusiaan yang luar biasa,” demikian Senator Riri. (rilis)