Oleh : Mustafa
Udah lama sekali enggak nulis. Dalam kesempatan kali ini, saya tidak ingin membahas saya. Tapi ingin membahas sebelah saya. Saya lebih suka menyebutnya ‘sebelah saya’ bukan ‘pendamping’. Karena, pendamping saya adalah Nessy Kalvia, hehe. Wanita terhebat, terbaik, ibu dari anak anak saya, wanita super di dalam kehidupan saya.
Kembali ke topik, kenapa saya membahas sebelah saya, karena mulai sekarang dan kedepan, kami akan terus berjalan beriringan, satu visi, satu persepsi, satu impian yakni ‘Menebar manfaat seluas-luasnya’ dengan memimpin Lampung.
Beliau adalah ustad Ahmad Jajuli. Tak hanya pendalaman agamanya, saya mengangumi beliau karena attitude, tutur kata dan sopan santun beliau yang sangat luar biasa. Syiar agama yang kerap beliau lakukan, membuatnya dipanggil Ustad atau Ustad Aja (Ahmad Jajuli).
Ustad dan politik
Dulu sebelum saya terjun di dunia politik saya punya perspektif sendiri soal politik dan agama. Bagi saya keduanya adalah dunia yang bertentangan. Dulu saya sempat skeptis jika ada seorang ustad yang terjun di dunia politik. Menurut saya Ustad idealnya di pondok pesantren, pengajian atau dakwah di masjid.
Tapi setelah semakin mendalami dunia politik. Melihat secara langsung kejam dan kerasnya dunia politik, saya justru semakin menyadari bahwa dunia politik adalah ruang. ruang di mana anda bisa melakukan perubahan secara terstruktur dan luas. Ruang di mana anda bisa menebar manfaat seluas luasnya atau sebaliknya menanam keburukan seluas luasnya ‘tergantung perspektif anda’.
Bicara soal ustad dan politik, dulu Saya mengkotak-kotakan, seolah olah ustad itu golongan putih, sementara politik merupakan dunia hitam. Ketika ustad terjun di dunia politik, maka semuanya menjadi abu-abu.
Semakin dalam, saya berkeyakinan politik membutuhkan seorang alim atau ustadz menjadi bagian dari simpul kepemimpinan, orang baik, berilmu atau apapun yang spiritnya adalah takut kepada tuhan. Karena takut kepada tuhan akan meminimalisir perbuatan buruk dan merugikan rakyat.
Karena di situ ada ruang pertanggung jawaban kepada yang maha kuasa. Pointnya adalah, Politik dengan segala kekejaman di dalamnya, akan membawa kehancuran jika dipegang orang-orang jahat, culas, serakah, bodoh, tidak paham agama dan memprioritaskan hawa nafsu ketimbang Tuhan.
Politik adalah Alat
Mirip pisau yang bisa membunuh atau bermanfaat untuk memotong, demikian pun politik. Jika dipegang/dikendalikan orang zalim, makan akan menghasilkan kemudharatan yang lebih besar. Jika dipegang orang baik, maka akan menghasilkan kemaslahatan yang lebih luas.
Ustad atau Orang Baik Harus Berpolitik
Melihat fakta tersebut, tidak bisa tidak, orang baik harus berpolitik. Orang baik harus berpartisipasi dalam politik. Orang baik yang tidak berpolitik, sama saja kita sedang memberikan kesempatan kepada orang-orang zalim untuk mengambilnya.
Orang baik yang golput, sama saja sedang menyerahkan kekuasaan kepada orang-orang yang tidak baik, bahkan tidak takut tuhan. Orang pintar yang tidak mau kritis, maka sama saja membiarkan kebodohan merajalela.
Jika anda orang baik,
Jangan menjadi orang egois,
Memanfaatkan kebaikan hanya untuk diri sendiri,
Jika anda cerdas,
Janganlah sombong,
Memanfaatkan kecerdasan hanya untuk diri sendiri,
Jika anda takut tuhan,
Jangan menjadi pengecut,
Keluarlah, tebar manfaat seluas-luasnya.
Buat apa berilmu, jika tidak menyebarluaskan.
Buat apa menjadi ustad, jika tidak berdakwah.
Buat apa baik, cerdas, pintar, jika tidak bisa menebar manfaat.