Pengrajin Batu Bata Merah di Tegal Keluhkan Bahan Baku Sulit Didapat
Tegal,mitratoday.com – Pasca pandemi menuju endemi pertumbuhan ekonomi bukan semakin maju tapi mengalami keterpurukan, faktor pandemi Covid-19 memang dirasakan oleh semua orang. Termasuk para perajin bata merah di Desa Sutapranan Kecamatan Dukuhturi Kabupaten Tegal.
Alif Indrajati Kepala Desa Sutapranan menyampaikan kepada awak media melalui Bunjamin Kasi Pembangunan Desa Sutapranan berkaitan dengan home industri bata merah yang saat ini mengalami penurunan yang drastis, Kamis (9/3/2023).
Sebagian pelaku usaha industri bata merah sebagai tutup alias gulung tikar, untuk produksi genteng sudah 95 persen hancur dengan faktor kualitas dan mesin cetak yang harganya melejit.
Sementara faktor utama kendala proses industri pengolahan bata merah memang kondisi alam yaitu musim penghujan, untuk pencarian bahan baku tanah Liat yang sangat susah dicari itu hasil kami selaku perangkat desa terjun kelapangan.
“Kalau memang ada harus menunggu lama dan harganya lumayan tinggi pencarian bahan baku juga harus keluar daerah yang menimbulkan transportasinya bertambah,” jelas Bunjamin.
Kasi Pembangunan Desa Sutapranan Bunjamin menambahkan diharapkan untuk warga Sutapranan, khususnya bagi semua pelaku usaha pengrajin bata merah ataupun genteng di Desa Sutapranan, mari kita berusaha agar pengrajin bata dan genteng tidak punah.
“Kita masih punya pemerintahan, dalam hal ini melalui desa dan kemudian akan berlanjut ke dinas terkait bahkan bisa ke Bupati dimana Ibu Umi Azizah sangat mendukung segala produksi di Kabupaten Tegal khususnya, tambah maju dan sejahtera.” Ujarnya.
Dalam hal ini, lanjutnya, diharapkan pengusaha/pengrajin bata diadakan kelompok/paguyuban untuk membantu komunikasi yang dapat mendokrak Industri Kecil Menengah (IKM) di Kabupaten Tegal.
“Mari kita saling berkomunikasi dan rembuk bersama semua pelaku usaha pengrajin bata merah, lestarikan apa yang sudah berjalan di daerah kita sekaligus memberikan kontribusi untuk negara melalui usaha, kreasi, hobi daerah kita,” imbuhnya Benjamin.
Perajin batu bata asal Desa Sutapranan, Fuadah (40) RT. 07 RW. 01 bertahun-tahun menggeluti usaha bata merah saat ini merasa kesulitan mendapatkan bahan bakunya. Tanah liat yang menjadi bahan utama untuk pembuatan bata merah sangat susah didapat, saat ini untuk harga tanah liat stabil 150.000 satu mobil pick up.
“Saat ini perajin bata banyak yang mengeluh karena imbas pandemi Covid-19 mengakibatkan harga bahan baku bata merah mengalami naik dan susah didapat. Sehingga para perajin batu bata kebingungan,” tutur Fuadah.
Sementara Muhammad Saefudin (50) pelaku usaha bata merah menjalaskan harga tanah liat yang sebelumnya hanya Rp.120.000 per satu bak mobil pick up, sekarang menjadi 150.000 hingga Rp1.700.000. Kemudian kayu bakar yang sebelumnya satu kubik Rp.450.000, sekarang Rp .650.000. Selain harga naik, bahan baku juga susah dicari. Faktor alam yaitu penghujan.
“Terpaksa kami hanya bisa memproduksi tiga kali dalam setahun. Biasanya lima kali dalam setahun,” tuturnya.
Saefudin menambahkan dirinya saat tidak bisa memastikan stok dan memenuhi pesanan tepat waktu baik dari depot maupun konsumen. Stok tidak bisa ditentukan lantaran faktor musim dan bahan baku yang sulit didapat. Harga bata merah di tempat Rp.1000.00 sampai 1200.00 per biji, tinggal ukuran dan ditempat ataupun di antar harga itu belum sampai lokasi, tinggal kesepakatan.
“Beberapa pelaku usaha bata merah dan genteng mengharapkan pemerintah bisa menyalurkan bantuan untuk menumbuhkan industri di Desa Sutapranan,” pungkas Saefudin.
Pewarta : Hartadi