Blitar,mitratoday.com – Ormas Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) gelar aksi demonstrasi terkait beberapa dugaan permasalahan di Kabupaten Blitar.
Aksi GPI pimpinan Joko Prasetya berawal di depan Kantor Pemkab Blitar Kanigoro. Perwakilan GPI silih berganti menyuarakan tuntutannya kepada Pemkab Blitar, kemudian aksi berlanjut ke Gedung DPRD Kabupaten Blitar.
Di DPRD Kabupaten Blitar Massa GPI menyuarakan hal yang sama, tuntutan diantaranya terkait Pengelolaan PDAM yang di duga ada kebocoran, Pengelolaan Eks Bengkok, Penyewaan Rumah Dinas Wakil Bupati Blitar yang saat ini sudah mengundurkan diri, Pengelolaan RSUD Ngudi Waluyo, dan RS Srengat.
Terkait Sewa Rumah Dinas Wakil Bupati Blitar, penghuninya atau pejabatnya sudah mengundurkan diri. Jadi, rumah tersebut harus dikosongkan, karena kalau tidak biaya umumnya setiap bulan akan terserap.” Kata Joko Prasetya ketika diwawancara awak Media.
Lanjutnya, Rumah dinas Wakil Bupati Blitar disewa sebesar Rp 294 juta pertahun, belum dipotong pajak.
“Nanti kita juga menuntut ke APH, apakah nilai kontrak nya ada kepatutan pengunaan anggarannya,” ucap Joko.
Terkait PDAM, pihaknya ingin memperdalam pengelolaan di intern PDAM.
“Karena kita duga ada kebocoran-kebocoran dalam pengelolaannya. Kemudian soal dugaan korupsi di lingkup Pemkab Blitar, kita sudah mendengar bahwa ada dugaan salah satu pejabat yang saat ini menjadi Kepala Dinas menerima gratifikasi dari pihak ketiga, dalam hal Pengadaan barang dan jasa. Apa ini sudah di tindaklanjuti Kejaksaan dan Kepolisian, kita akan desak terkait itu. Kalau memang terbukti lakukan proses hukum kepada oknum pejabat tersebut.” Tegasnya.
“Kita nanti akan kumpulkan data-data dan mendorong penyidik kejaksaan serta kepolisian untuk segera menindak lanjutinya. Kita kawal terus, karena ternyata pihak ketiga yang di berikan wewenang untuk mengerjakan pengadaan barang dan jasa itu ternyata bermasalah hukum, karena sudah tersangka di Sulawesi Barat sejak 23 Juni 2023,” jelas Joko Prasetya.
Terkait aset eks bengkok, pihaknya mempersoalkan mengapa pihak APH mempermasalahkan pengelolaan eks bengkok, karena menurutnya aturan dan regulasi yang di lakukan Kepala Kelurahan di seluruh Kabupaten Blitar sudah jelas.
“Ada target yang harus di setor ke Pemda melalui Bappenda, maka kita pertanyakan ke APH dimana kontruksi hukumnya. Kalau mau disalahkan, bukan lurah yang harus bertanggung jawab, tapi Sekda. Karena regulasi yang membuat Bupati, karena disitu ada Perbub dan di tindaklanjuti SK Bupati tentang pelaksanaan lelang eks bengkok,” pungkas Joko Prasetya
Pewarta : NoviĀ