Tegal,mitratoday.com – Pemerintah Kabupaten Tegal terus berupaya meningkatkan penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Salah satunya meningkatkan target penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan Perkotaan dan Perdesaan (PBB-P2) dengan memperluas objek pajak melalui sinkronisasi peta bidang tanah milik Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal dengan data objek pajak Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Tegal.
Hal tersebut terungkap saat berlangsung dialog acara Sosialisasi Peraturan Daerah Kabupaten Tegal Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Hotel Grand Dian Slawi, Kamis (18/1/2023) kemarin.
Penjabat (Pj) Bupati Tegal Agustyarsyah mengungkapkan dirinya siap memfasilitasi pemanfaatan peta bidang tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Tegal yang saat ini mencakup 745.771 bidang atau 82 persen dari 775.224 bidang tanah secara keseluruhan. Peta bidang tanah ini menurutnya bisa memberikan informasi kepemilikan sertifikat hak atas tanah masing-masing yang sifatnya dinamis.
Sinkronisasi peta ini bertujuan memudahkan tim pendataan Bapenda untuk mengecek kepemilikan atau sertipikat yang dijadikan objek pajak PBB-P2.
“Jika dua data ini sudah sinkron, saat terjadi split (pemisahan) sertipikat kepemilikan tanah, data di NOP (Nomor Objek Pajak) sudah bisa langsung terpisah,” kata Agustyarsyah.
Merespon keluhan investor dan pengusaha terkait lamanya proses validasi persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang (PKKPR) di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertananah Nasional (ATR/BPN), pihaknya berjanji akan memfasilitasi kendala di lapangan yang dinilainya menghambat pertumbuhan investasi di Kabupaten Tegal.
“Terkait ini, kita akan undang pejabat Ditjen Tata Ruang Kementerian ATR/BPN untuk duduk bersama di sini dengan perangkat daerah terkait serta para pengusaha atau investor sehingga ada kesamaan persepsi dan komitmen untuk mendukung kebijakan investasi, khususnya Kabupaten Tegal,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Bapenda Kabupaten Tegal Yosa Afandi memaparkan pokok-pokok kebijakan Perda Kabupaten Tegal Nomor 11 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penyusunan perda ini merupakan amanat Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah yang menyederhanakan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah untuk mendorong kepatuhan dan mendukung peningkatan pendapatan daerah.
Penyederhanaan dua jenis PAD ini ke dalam satu perda ini ditempuh untuk memangkas biaya transaksi, administrasi, dan layanan menjadi lebih rendah sehingga ini akan meningkatkan efisiensi, karena terkadang biaya administrasi dan operasional untuk pengumpulan pajak dan retribusi ini justru bisa lebih tinggi dibandingkan nominal yang diterima.
Melalui konsolidasi dan integrasi struktur, jenis pajak daerah dari yang semula ada 16 jenis diringkas menjadi 14 jenis pajak. Pajak-pajak berbasis transaksi, mulai dari pajak hotel, restoran, hiburan, hingga parkir digabungkan ke dalam satu jenis pajak, yakni pajak barang dan jasa tertentu. Pun demikian halnya dengan retribusi daerah juga disederhanakan dari 32 jenis menjadi 18 jenis dan tiga kelompok retribusi, yaitu jasa umum, jasa usaha, dan perizinan tertentu.
Selain menyelaraskan objek pajak pusat dan pajak daerah, Yosa menambahkan, penyederhanaan regulasi ini juga sekaligus menyederhanakan administrasi perpajakannya dan memudahkan pemantauan pemungutan pajak yang semakin terintegrasi.
Pengaturan ini juga sekaligus memperluas basis pajak dengan memberikan kewenangan opsen atau pungutan tambahan pajak di level pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota tanpa tambahan beban ke wajib pajak.
Melalui perda ini, kita yang di pemerintah kabupaten akan mendapat opsen dari pungutan pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor sebesar 66 persen, di mana ini baru akan berlaku tahun 2025 mendatang,” ungkapnya.
Yosa pun menjelaskan perumusan kebijakan pajak daerah dan retribusi daerah ini telah diharmonisasikan dengan sejumlah peraturan perundangan lainnya, seperti Undang-Undang Cipta Kerja ataupun Undang-Undang terkait sinkronisasi kewenangan.
Menyinggung soal kontroversi kenaikan tarif pajak hiburan secara nasional di kisaran 40-75 persen, Yosa mengatakan kebijakan ini harus bisa sikapi secara bijak. Melalui Perda Nomor 1 Tahun 2023, besaran tarif pajak hiburan di Kabupaten Tegal ditetapkan 50 persen. Pajak hiburan ini menyasar pelaku usaha diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan spa sebagai wajib pajaknya.
Namun demikian, bagi pengusaha jasa hiburan yang merasa keberatan dengan besaran tarif pajak ini bisa mengajukan insentif fiskal.
“Dari sini kami akan melakukan assessment dan dapat memberi insentif atau keringanan pajak jika memang kondisi keuangan usahanya belum pulih dari pandemi, atau jika usaha terkait tergolong usaha mikro. Pada prinsipnya, keringanan ini tidak bisa dipukul rata dan akan kita sesuaikan dengan laporan keuangan pelaku usaha,” ujarnya.
Acara sosialisasi ini diakhiri dengan peluncuran program Satu Hari Satu Data sebagai sebuah gerakan pendataan wajib pajak untuk memperluas cakupan subjek dan objek pajak di Kabupaten Tegal.
Sementara itu, ditemui usai acara, Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal Amir Makhmud mengatakan upaya Pemerintah menyederhanakan regulasi ini karena memang daerah didorong untuk meningkatkan kemandirian fiskalnya dengan mendongkrak pendapatan asli daerah sebagai sumber daya pembangunan, mengurangi ketergantungan daerah pada dana transfer pemerintah pusat ke daerah yang menopang struktur APBD Kabupaten Tegal Tahun 2023 ini sekitar 80,55 persen.
Amir menambahkan, Kementerian Keuangan terus mendorong agar rasio penerimaan pajak daerah bisa mencapai 3 persen dari PDRB, sementara kita saat ini baru 0,55 persen. Artinya ada potensi penerimaan pajak daerah yang belum tergali optimal di lapangan, sehingga ini memerlukan kerja sama lebih banyak pihak, termasuk para pelaku usaha sebagai objek pajak maupun subjek pajak.
“Penerimaan pajak daerah kita ditargetkan Rp222,9 miliar dan retribusi daerah Rp34,8 miliar. Saya rasa ini merupakan target optimis mengingat kondisi perekonomian makro kita terus membaik, termasuk elaktronifikasi pembayaran PBB-P2 yang akan mentransformasikan sistem pembayarannya di masyarakat dari konvensional ke platform digital. Satu sisi tentunya ini bisa menekan risiko kebocoran penerimaannya di desa,” pungkasnya.
Pewarta : Hartadi