Oleh: Agustam Rachman, SH, MAPS, Makhfud, SH, MH dkk (Tim Hukum Helmi-Mian & Elva-Rizal)
Jakarta,mitratoday.com — Setelah penantian panjang, Mahkamah Konstitusi (MK) akhirnya membacakan putusan No. 129/PUU-XXII/2024 yang sangat dinantikan oleh masyarakat Bengkulu dan seantero Indonesia yang menginginkan demokrasi bersih, jujur, dan adil. Putusan ini memiliki dampak luas pada penegakan aturan masa jabatan kepala daerah, khususnya terkait aturan maju dalam pemilihan kepala daerah.
Antusiasme terhadap putusan ini juga datang dari berbagai pihak di daerah seperti Lampung Selatan dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Keingintahuan publik memuncak, terutama setelah dikeluarkannya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No. 8/2024, yang menyatakan masa jabatan kepala daerah dihitung sejak pelantikan.
Pasal 19 huruf e dalam PKPU ini telah menjadi celah bagi beberapa kepala daerah yang ingin maju kembali dalam Pilkada Serentak 2024 meski sudah menjabat dua periode, seperti halnya Edi Damansyah yang mengajukan perkara No. 2/2023 ke MK. Namun, permohonan Edi untuk maju lagi ditolak MK karena MK menghitung masa jabatan yang dijalani sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Bupati Kutai Kartanegara sebagai satu periode.
Substansi Putusan MK Hari Ini
Pada putusan terbaru, MK kembali menolak interpretasi baru terkait penghitungan dua periode masa jabatan kepala daerah sesuai Pasal 162 ayat (1) dan (2), sebagaimana diminta oleh kuasa hukum pasangan Helmi-Mian dan Elva-Rizal. MK menyatakan bahwa konsep “masa jabatan” sudah cukup dijelaskan dalam putusan sebelumnya, yaitu No. 67/PUU-XVIII/2020 dan No. 2/PUU-XXI/2023. Berdasarkan putusan tersebut, satu periode dihitung apabila masa jabatan dijalani setengah atau lebih, tanpa memandang apakah menjabat sebagai pejabat definitif atau Plt.
Inti dari Putusan Tersebut
Putusan MK No. 129/PUU-XXII/2024 melengkapi putusan terdahulu, seperti putusan No. 22/2009, No. 67/2020, dan No. 2/2023. Dalam pengujian undang-undang kali ini, kami memohon MK untuk menafsirkan ulang cara penghitungan masa jabatan untuk penjabat kepala daerah atau Plt.
MK dalam pertimbangannya menyatakan bahwa masa jabatan Plt dihitung sejak menjalankan tugas secara nyata, bukan sejak pelantikan. Dengan dasar pertimbangan ini, MK membatalkan Pasal 19 huruf e PKPU No. 8/2024 yang mengatur bahwa masa jabatan Plt dihitung sejak pelantikan. Putusan ini menjadikan Pasal 19 huruf e batal demi hukum (null and void), karena dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi yang sehat.
Implikasi Putusan
Putusan ini berdampak langsung pada calon kepala daerah yang sudah menjabat dua periode, seperti Edi Damansyah, Gusnan Mulyadi, dan Rohidin Mersyah. MK menegaskan bahwa mereka yang maju untuk periode ketiga melanggar ketentuan hukum dan dapat berhadapan dengan pembatalan pencalonan apabila hasil pilkada dipermasalahkan di MK.
Kini, para calon tersebut menghadapi dua pilihan: menanggung konsekuensi di hadapan rakyat pada pemilihan 27 November mendatang atau menghadapi kemungkinan diskualifikasi oleh MK jika maju sebagai calon kepala daerah untuk ketiga kalinya. Putusan MK ini diharapkan mempertegas aturan agar demokrasi tetap sehat dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.(Tim)