Oleh : Mochammad Fazar
Data BPS (Badan Pusat Statistik) mengatakan “Statistik Perusahaan Informasi dan Komunikasi” 2020 memberi informasi bahwa 79,41% startup pengembang sistem elektronik didominasi oleh anak-anak muda. Hal ini menunjukkan semakin banyak peran strategis masa kini yang dipenuhi oleh sosok anak-anak muda. Mereka merintis banyak hal sejak muda dan dewasa bersama tantangan yang dihadapinya. Anak-anak muda yang kini mayoritas berasal dari kalangan “Milenial” dan Gen “Z” akan terus mendominasi sektor-sektor strategis baik di dunia pendidikan, kesehatan, pertanian, kelautan, industri kreatif, dan seterusnya. Mereka sangat identik dengan inisiatif dan motif yang kuat, serta kendali untuk membawa perubahan di masa depan.
Tantangan Masa Depan
Banyak tantangan yang harus dihadapi dan diantisipasi oleh anak-anak muda di masa depan. Anak-anak muda kini mesti mahir dan menguasai apa yang dinamakan dengan “Shifting of Skills” dalam konteks “Reskilling Needs” yang dibutuhkan dunia di masa depan. World Economic Forum menjelaskan terdapat Top 10 Skills of 2025 yang dibutuhkan di masa depan, (1) Analytical thinking and Innovation, (2) Active learning and learning strategis, (3) Complex problem-solving, (4) Critical thinking and analysis, (5) Creative, originality and initiative, (6) Leadership and social influence, (7) Technology use, monitoring and control, (8) Technology design and programming, (9) Resilience, stress tolerance and flexibility, and (10) Reasoning, problem solving and ideation. Yang akhirnya dapat disimpulkan bahwa bagaimana anak-anak muda mesti mampu menyelesaikan setiap tantangan dengan lincah, tangkas, cepat, dan cerdas (Agile) di berbagai lini kehidupannya.
Anak-anak muda di masa depan perlu pandai dan tangkas dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada di sekitarnya. Skill untuk membangun kolaborasi serta mengelaborasikan sumber daya dalam mengurai dan menyelesaikan permasalahan besar menjadi modal yang harus dimiliki dan melekat pada diri anak muda saat ini. Tidak hanya mengentaskan permasalahan dalam konteks ‘micro’ saja, melainkan jauh lebih luas yaitu pengentasan permasalahan dalam skala ‘macro’ terkait dengan pengentasan kemiskinan, ketimpangan, kesenjangan, dan lain sebagainya.
Dalam World Economic Forum 2020, para pemimpin muda dunia mengatakan bahwa “Dunia yang lebih baik itu adalah dunia yang bersahabat dengan orang-orang lemah dan terpinggirkan. Semua orang harus mendapatkan kesempatan yang sama.” Maka sudah seharusnya tugas dan tanggung jawab pemuda di setiap negara untuk membuat tanah tempat tinggalnya menjadi lebih baik, khususnya di era disrupsi dan pengaruh perkembangan teknologi pada zaman revolusi industri dunia.
Sosok Pemimpin masa depan
Era disrupsi dan hadirnya pemimpin muda berjalan beriringan dan tidak terpisahkan. Milenial dan Gen Z saat ini memiliki peran kunci dalam perkembangan dan pertumbuhan satu wilayah bahkan negara. Banyak kejutan yang telah dilakukan anak-anak muda dalam berbagai bidang pekerjaan. Mereka bertumbuh dengan inovasi dan akan berkembang dengan jaringan relasi yang baik. Standar baru kepemimpinan mereka mulai diterapkan di berbagai bidang pekerjaan. Anak-anak muda saat ini fokus pada pendekatan “people oriented” dengan komunikasi dua arah (feedback), fleksibilitas, nilai, dan etika.
Sebesar 49,52% pengguna internet Indonesia adalah milenial dengan rentang usia 18–34 tahun (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, APJII 2018) yaitu anak-anak muda yang berdaya, berkarya, dan bermakna dengan karakter kebaruan yang sejalan dengan pesatnya teknologi. Kemampuan membangun dan menunjukkan jati diri melalui media sosial menjadi penting di era industri saat ini. Selain mahir dalam penggunaan teknologi, anak-anak muda mengedepankan prinsip kerja dan nilai kerja sama, kolaborasi, fleksibilitas, kerendah-hatian (humility), keterbukaan, dan terbukanya kesempatan untuk belajar serta berkembang. Mereka terbuka terhadap kritik yang membangun dan kemajuan “improvement”, tanpa mempermasalahkan perbedaan dalam ‘tribe’ di tempat kerjanya.
Kementerian Perindustrian RI menyatakan bahwa pada 2030, Indonesia membutuhkan 17 juta “high tech millennial” atau anak muda dengan kemampuan teknologi super canggih. Mereka ahli di bidang programming, web designing, technical–network engineering, government digital service, dan profesi masa depan lainnya.
Maka ketika semakin banyak talenta-talenta keren, di saat yang bersamaan tugas anak-anak muda di masa depan harus berperan sebagai ‘human accelerator dan personal developer’ bagi sesama. Bentuk hierarki dan struktur organisasi mesti bergeser lebih proaktif konstruktif. Melalui efisiensi, organisasi dengan sendirinya menyesuaikan lanskap, jenis pekerjaan dan juga kebiasaan kerja anak-anak muda akan lebih membangun organisasinya dengan hal yang disukai (passion) dan terdapat misi sosial (social purpose) dalam setiap gerak-gerak pekerjaannya.
‘Style’ Kepemimpinan Masa Depan
Standar kepemimpinan di lintas lini telah berubah seiring dengan perkembangan industri 4.0. Salah satu kemampuan utama pemimpin masa depan adalah perlu memahami bagaimana cara bereaksi sangat cepat (super fast response) terhadap berbagai hal dalam ruang kendalinya. Dari komunikasi teks 24/7 hingga kemampuan komunikasi publik dalam ranah online ataupun offline.
Pemimpin masa depan pun lebih berorientasi pada hasil “result-goal oriented”, tidak selalu mengedepankan prosedur dalam pengambilan keputusan. Menjaga Integritas menjadi kompetensi utama bagi pemimpin masa depan karena segala sesuatu yang berkait dengan pekerjaan menjadi transparan. Leader harus mendengar, melihat, merasakan dan turun ke medan pekerjaan agar dapat mengambil keputusan dan melihat masalah dengan sebaik-baiknya. Keputusan yang dibuat pun harus dilakukan secara cepat dan tepat.
Kemampuan mengembangkan bakat dan talenta juga merupakan tugas utama mereka, pergerakan dan pergeseran terjadi kian cepat sehingga pribadi yang tidak ‘agile’ dan tidak mampu beradaptasi dengan cepat dari pemikiran konvensional akan sirna.
Praktik kepemimpinan yang ‘agile’ menjadi gaya kepemimpinan yang wajib dipraktikkan dalam keseharian pemimpin muda. Menerima perbedaan, terkoneksi sepanjang waktu dengan banyak pihak, mahir mengakomodasi perspektif, mengedepankan kolaborasi lintas lini, hingga meredam ego, menjadi modal penting yang perlu dikuasai dan di aplikasikan dalam setiap aktivitas pemimpin-pemimpin muda masa depan, ‘human-based approach’. Maka sudah semestinya anak-anak muda atau pemimpin masa depan mampu memanusiakan rekan kerja dengan empati dan mengedepankan budaya apresiatif dalam kehidupannya.
Terakhir, Hadirnya anak-anak muda saat ini ini tidak hanya mengubah peta industri, namun juga pergeseran perspektif, profesi, cara komunikasi, pekerjaan, konsumsi, gaya hidup, sampai pada bertransaksi. Anak-anak muda yang paling siap dan mampu memantaskan diri dengan percepatan dan perkembangan zamanlah yang akan bertahan sebagai pemimpin generasi ‘The Leader of Leaders’ yang kelak juga diharapkan mampu hadir mempersiapkan generasi terbaik yang mengangkat derajat ibu pertiwi lebih tinggi lagi.
Penulis Merupakan Supervisor BAKTI NUSA