Jakarta, mitratoday.com – Kepemimpinan Viktor Bungtilu Laiskodat dan Josef A. Nae Soi menahkodai NTT langsung menabuh genderang moratorium pengiriman TKI bukan tanpa alasan. Mereka memahami betul betapa menderitanya TKI di perantauan jika mereka tak dibekali pengetahuan dan skill yang memadai.
Gubernur NTT tak hanya gertak sambal. Mereka langsung mengambil langkah dengan menyelamatkan beberapa TKI yang tersandera (Baca: Viktor-Josef Penuhi Janji Berantas Mafia Perdagangan Orang, Pulangkan 3 Remaja NTT yang Akan Dipekerjakan Sebagai PSK). Selain memberikan keteladanan menyelamatkan TKI, Gubernur NTT menyerukan perang terhadap pelaku perdagangan manusia (human trafficking).
Perjuangan mereka tak berhenti di situ, melalui Wakil Gubernur NTT terus melakukan pendekatan dan meminta dukungan kepada Menteri Tenaga Kerja (Baca: Pertemuan Dua Sahabat Lama, Wagub Nae Soi dan Menaker Hanif Dhakiri Bahas 7 Hal Ini). Tak hanya berhenti di situ, Gubernur NTT langsung memberhentikan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT yang memberikan ijin pengiriman TKI, Pos-Kupang.Com (24/10/2018).
Gerakan moratorium pengiriman TKI yang digagas Gubenur NTT telah membangkitkan solidaritas masyarakat NTT di perantuan. Masyarakat semakin berani dan berinisiatif untuk mengungkapkan bahkan menyelamatkan TKI/TKW dari kezoliman majikannya.
Seperti yang terjadi di Jakarta baru-baru ini, TKW asal Kabupaten Kupang, NTT, diselamatkan masyarakat NTT diaspora dan para advokat asal NTT. Adapun TKW yang menjadi korban majikan adalah Yunita Liunome (23),asal Desa Ponain, Asmi Muni(20), asal dari Desa Pakubuan (Amarasi Timur), dan Fergenia Rosina Rasi(20) dari Desa Pakubaun (Amarasi Timur). Sehari-hari ketiga wanita asal Timor ini bekerja sebagai asisten rumah tangga. Mereka mendapat perlakuan tak manusiawi dari majikannya asal Jakarta.
Diceritakan, mereka direkrut dan dibawa oleh seorang ibu berinisial SK dengan iming-iming gaji sebesar 2,8 juta rupiah, libur hari sabtu dan minggu, dan kerjapun hanya menjaga rumah kosong milik majikan itu.
Dari sumber yang kami peroleh, ketiga wanita ini bukan mendapat pekerjaan seperti yang dijanjikan justeru mereka mendapat perlakuan yang tak manusiawi. Handphone mereka disita, tidak boleh keluar rumah bahkan mau beribadah hari Minggu pun tak diijinkan.
Tak hanya itu, gaji mereka ditahan majikan. Majikan berjanji dibayarakan setelah selesai kontrak kerja. Mereka sering dipukul, disiram air bekas cucian daging, dan dilempar sandal. Makanpun hanya dikasih jatah 2 kali sehari. Pagi hari disuguhkan mie instan, siang hari dikasih makan nasi.
Awal mula kejadian ini terkuak, akhir pekan lalu salah satu dari mereka mengambil HP milik tukang masak lalu sembunyi-sembunyi menelpon keluarga di Timor. Lalu salah satu orang tua menghubungi Isak Teuf tokoh muda NTT sekaligus ketua Komunitas Masyarakat Timor Jakarta (KOMYT).
Tanpa berpikir panjang Isak langsung berkordinasi dengan rekan-rekan anggota KOMYT dan beberapa paguyuban Flobamora yang ada di Jabodetabek juga didukung oleh beberapa pengacara dari kantor Hukum Samo dan Rekan Gerry Wahyu Riyanto SH, Oteu Herdiansyah SH dari tim Penasihat Hukum pimpinan Novianus Martin Bau, SH, ikut mengadvokasi kejadian ini.
Setelah viral di media sosial sempat terjadi ketegangan saat Isak dan rekan mendatangi rumah majikan untuk menyelamatkan ketiga perempuan polos ini. Atas inisiatif oleh Novianus Martin Bau, SH, kasus ini dibawa ke Mapolres Jakarta Selatan. Di sana sempat terjadi ketegangan saat Isak dkk membuat laporan polisi untuk membuat pengaduan di Unit PPA. Lalu datang seorang pengacara suruhan majikan untuk bernegoisasi. Akhirnya Isak dkk menghubungi pak Berto Lalo Kepala Badan Penghubung NTT di Jakarta.
Kamis (16/11/2018), Berto Lalo dengan cepat merespon dengan mengutus salah satu staffnya, Evi Manafe dan nyonya SK sang penyalur TKW menuju rumah sang majikan untuk menegosiasi gaji-gaji ketiga TKW yang belum dibayar sekaligus mengambil barang-baranya. Ketiga TKW tadi dititipkan di Badan Perwakilan NTT di Jakarta.
Hari Kamis malam (16/11/2018), semua gaji ketiga TWK ini sudah diserahkan dan disaksikan Berto Lalo dan beberapa warga NTT diaspora yang turut hadir.
Disaat itu, SK meminta maaf dan berjanji akan lebih hati-hati apabila ada orang Jakarta yang minta TKW dari NTT. Sementara itu beberapa advokat asal NTT antara lain Tobbyas Ndiwa, SH, Oscar Rasi, SH, dan Vicktor Tibo , SH turut memberi pemahaman agak tegas kepada SK dan mengancamnya, apabila kelak ada lagi kejadian serupa maka SK yang akan diburuh oleh mereka.
Ketiga TKW tersebut diserahkan ke ketua KOMYT, Isak Teuf, sambil menunggu apakah mereka ingin kembali ke kampung atau mencari kerja lain, tentu tetap dalam pantauan.
Berto Lalo mewakili Pemerintah Provinsi NTT di Jakarta berpesan agar kasus ini menjadi pelajaran buat warga NTT lainnya untuk lebih berhati-hati apabila ingin bekerja melalui jalur ini.
Lebih lanjut ia mengatakan, sejak NTT disorot menjadi korban human trafficking tertinggi di Indonesia maka semua orang NTT wajib mengetahui keberadaan dimana dengan siapa anaknya bekerja sehingga memudahkan pengawasan.
Beliau juga berharap setiap pekerja wanita khususnya yang berprofesi asisten rumah tangga di Jakarta dan sekitarnya, sebaiknya melaporkan dirinya di Badan Perwakilan NTT di Jakarta untuk didata.
Lalo mengingatkan kepada para Mafia perdagangan pekerja wanita asal NTT, “Jangan main-main karena paguyuban-paguyuban orang NTT di Jakarta ikut memantau, apabila sudah viral di sosial media maka tindakan mereka bisa lebih cepat,” tegasnya. (Yustaf Siki)