BengkuluBENGKULUHeadlineHukumNasional

Kasus Rohidin : Pengusaha & ASN Diujung Tanduk, Akankah Lolos Dari Jerat Gratifikasi & Politik Praktis?

Bengkulu, mitratoday.com – Aroma busuk korupsi kembali menyengat dari bumi Rafflesia. Kali ini, dugaan gratifikasi dalam jumlah fantastis menyeret nama mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, mantan Sekda Isnan Fajri, serta ajudan Evriansyah.

Lebih dari sekadar skandal pribadi, kasus ini menggambarkan sistem yang sudah runtuh secara moral dan etika, dengan jejaring pengusaha, politisi, hingga aparatur sipil negara (ASN) yang seolah menjadi alat transaksi kekuasaan dan jabatan.

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada PN Bengkulu yang digelar Senin (21/4), Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ade Azharie, membacakan dakwaan yang mengungkap fakta mengejutkan: gratifikasi yang diterima terdakwa Rohidin dan kawan-kawan mencapai Rp 30,3 miliar, USD 42.715, SGD 309.581, serta 14.500 potong kaos senilai Rp 130 juta lebih. Bukan hanya jumlahnya yang mencengangkan, tapi juga dari siapa dan untuk apa gratifikasi itu mengalir.

Jejaring Gelap: Dari Tambang, Sekolah, hingga Dunia Politik

Daftar pemberi gratifikasi mencerminkan jejaring korupsi yang luas dan terstruktur. Ada nama-nama besar pengusaha batu bara seperti Haris, Mas Ema, hingga Leo Lee. Ada juga pengusaha sawit, direktur perusahaan energi, bahkan kolega internal seperti keluarga pegawai Bank Bengkulu. Yang lebih mengejutkan: kepala sekolah SMA dan SMK se-Kota Bengkulu pun disebut turut menyetor dana.

Berikut adalah rincian gratifikasi:

  • Rp 6 Miliar dari Haris, pengusaha batu bara
  • Rp 8 Miliar dari Mas Ema, pengusaha batu bara Bengkulu Utara
  • Rp 3 Miliar dari Pak CAI, pengusaha sawit
  • Rp 800 Juta dari Suwanto, pengusaha batu bara
  • Rp 2,1 Miliar dari politisi: Gusril Pauzi, Erwin Octavian, Rachmat Riyanto, Arie Septia Adinata, dan Zurdi Nata
  • Rp 300 Juta dari Chandra alias Chan
  • Rp 2,35 Miliar dari keluarga pegawai Bank Bengkulu
  • Rp 3,55 Miliar dari ASN dan pejabat: Sumardi, Samsul Aswajar, Dodi Martian, Januardi, Ichram Nur Hidayah, Zamhari, Ansori M, Lukman Effendi, dan Ahmad Lutfi
  • Rp 1,5 Miliar dari Baby Hussy, Komisaris PT Cereno Energi Selaras dan PT Cakrawala Dinamika Energi
  • Rp 500 Juta dari Dedeng Marco Putra, Direktur PT Slamat Jaya Pratama
  • Rp 1,2 Miliar dari kepala sekolah SMA dan SMK
  • Rp 1 Miliar dari Leo Lee
  • Kaos 14.500 pcs dari Asosiasi Pertambangan Batubara Bengkulu (APBB)
  • USD 30.000 dari Tjandra Teresna Widjaja
  • USD 12.715 dan SGD 309.581 dari pihak yang sudah ‘lupa’ identitasnya

Jika ini bukan korupsi sistemik, lalu apa namanya? Saat aparatur negara dan swasta saling berkelindan dalam pusaran suap, maka negara sedang dikooptasi oleh kepentingan pribadi dan kelompok.

Politik Praktis ASN: Pelanggaran Berat yang Diabaikan

Lebih dari sekadar gratifikasi, sejumlah ASN juga diduga terlibat langsung dalam aktivitas politik praktis, menjadi tim sukses dalam Pilkada. Ini bukan hanya pelanggaran etik, tapi juga tindak pidana pemilu yang seharusnya menjadi perhatian Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Namun sayangnya, hingga kini Bawaslu Bengkulu belum menunjukkan tindakan yang berarti.

Amirul, Ketua Umum Serikat Rakyat Bengkulu, angkat bicara tegas: “KPK jangan main mata. Kasus ini harus dibuka seterang-terangnya. Jangan hanya menjerat satu-dua nama, sementara para mafia lain dibiarkan lepas. ASN yang terlibat politik praktis juga harus ditindak tegas.”Bebernya.

Amirul juga menyampaikan bahwa pihaknya telah mengumpulkan data dan bukti keterlibatan ASN dalam politik praktis, dan akan melaporkannya langsung ke Menteri Dalam Negeri. “Kita akan seret semua yang terlibat, sampai ke meja pengadilan,” ujarnya lantang.

Antara Harapan dan Ketakutan: KPK di Titik Kritis

Kasus ini menjadi ujian berat bagi KPK. Apakah lembaga anti-rasuah ini akan tetap berdiri tegak, atau justru tergelincir dalam kubangan politik kekuasaan? Apakah kasus Rohidin akan menjadi pembuka jalan menuju bersihnya birokrasi daerah? Atau sekadar formalitas hukum yang berakhir dengan hukuman ringan dan impunitas?

Publik sudah muak dengan permainan simbolik. Jika hanya Rohidin yang dijerat, sementara pengusaha, ASN, dan politisi lainnya melenggang bebas, maka ini bukan penegakan hukum—ini teater sandiwara.

Bongkar Semua atau Tidak Sama Sekali

Kasus ini tidak bisa dibiarkan separuh jalan. Penindakan harus menyeluruh, menyentuh semua elemen yang terlibat. Jika tidak, kepercayaan publik pada penegakan hukum akan runtuh total, dan kita akan menyaksikan kejatuhan moral birokrasi yang lebih dalam lagi.

Karena yang sedang kita hadapi bukan hanya soal gratifikasi, tapi juga pengkhianatan terhadap amanat rakyat.(Arr).

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses

Back to top button