Kota Tegal,mitratoday.com – Sekelompok masyarakat yang mengatasnamakan dari Gerakan Anti Money Politik atau GERAM mendeklarasikan diri sebagai bentuk upaya edukasi kepada masyarakat agar tidak terjebak kepada upaya money politik yang dilakukan oleh para calon Walikota Tegal menjelang pelaksanaan Pilkada 2024.
“Dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, kami yang tergabung dalam wadah Gerakan Anti Money Politik (GERAM) menyatakan sikap sebagai berikut:
- Menolak politik uang dalam pelaksanaan Pilwalkot Kota Tegal 2024 yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024.
- Memberi dukungan kepada penyelenggara Pilwakot 2024 agar terwujud pemilihan yng berazas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.
- Membantu memberikan himbauan dan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya politik uang sesuai dengan ketentuan dan sanksi yang berlaku dalam pelaksanaan Pilwalkot Tegal 2024″.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Gerakan Anti Money Politik (GERAM) Sutopo Hadiningrat S.H, M.H saat pembacaan naskah deklarasi di Perumahan Grand Lumintu, Jl KS Tubun Kota Tegal, Minggu (20/10/2024) siang.
Menurut Sutopo, politik uang adalah suatu bentuk pemberian atau janji suap menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan hak nya untuk memilih atau menjalankan hak nya dengan cara tertentu pada saat Pilwalkot melalui pemberian uang, barang atau jasa supaya profesional suar pemilih dapat berubah. Praktik money politik mempengaruhi akal sehat dan hati nurani yang ujungnya mengebiri fungsi keadilan. Money politik menyebabkan biaya tinggi bagi peserta Pemilu yang terdampak pada tergerusnya moral dan menguatnya hasrat korup bagi pelaku. Money politik yng dilakukan calon pemimpin berdampak luas dalam pembangunan, kesejahteraan dan akan mengalami banyak ketimpangan. Karena yang semestinya kekuasaan diberikan melalui trust/kepercayaan namun telah dibeli dengan uang/barang/jasa. Money politik mencederai demokrasi yang sedang dibangun dan berdampak buruk secara luas dalam kehidupan masyarakat,” jelasnya.
Lebih lanjut, Sutopo mengatakan didalam Pasal 73 UU Nomor 10 Tahun 2016 dijelaskan (1). Bahwa calon dan/atau tim kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara pemilihan dan/atau pemilih. (2). Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota. (3). Tim kampanye yng terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4). Selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung atau tidak langsung untuk: a. Mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih. b. Menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan, c. Mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu,” lanjutnya.
Sutopo menegaskan bahwa ketentuan sanksi politik uang pada pemilihan Pasal 178 A UU Nomor 10 Tahun 2016. (1). Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung atau pun tidak langsung menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atu tidak memilih calon tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 73 Ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan, dan dengan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupia). (2). Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada Ayat (1),” tegasnya.
Pewarta : Hartadi
Editor : Desty Dwi Fitria