Edhy Prabowo (Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan) dan bawahannya terbukti menerima suap 77 ribu dolar dan Rp. 23 Miliar untuk mempermudah pengajuan ekspor benih lobster pada tahun 2020.
Kemudian, pada 24 November terjaring OTT KPK dan ditetapkan sebagai tersangka dua hari setelahnya, atas dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
Setelah itu, dalam proses peradilannya, pada 15 Juli 2020 majelis hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan vonis bagi Edhy Prabowo dengan vonis hukuman 5 Tahun Penjara dan denda 400 juta serta membayar uang pengganti Rp. 9,6 Milyar dan 77 ribu dolar AS.
Dia terbukti melanggar pasal 12 huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU no 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Bagi kami, vonis dari majelis hakim terkait kasus korupsi yang menimpa Edhy Prabowo cenderung ringan dan tidak akan menimbulkan efek jera. Korupsi merupakan kejahatan yang extraordinary crime, sehingga hukuman yang dijatuhkan juga harus extraordinary sehingga menimbulkan efek jera dan tidak terulang oleh pejabat-pejabat lainya.
Vonis hukuman Edhy Prabowo hanya satu dari sekian banyak vonis terhadap koruptor yang tidak adil dan tidak memihak semangat anti korupsi. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat rata-rata vonis kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) hanya 36 bulan penjara atau tiga tahun sepanjang tahun 2020.
Data tersebut jelas membuktikan bahwa terjadi tren hukuman ringan dalam pemberantasan korupsi. Tren tuntutan dan vonis ringan terhadap tersangka korupsi berpotensi akan menjadi budaya ditengah spirit pemberantasan korupsi yang semakin menurun melalui skema pelemahan KPK yang sistematis.
Tindakan korupsi adalah sebuah tindakan yang merugikan dan turut memiskinkan masyarakat, maka dari itu koruptor harus mendapatkan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Sehingga, dalam proses peradilannya pun harus tegas dan berpihak pada semangat pemberantasan korupsi.
Maka, dari itu majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dan Mahkamah Agung (MA) harus memiliki kesamaan bahwa korupsi adalah kejahatan yang luar biasa (extra ordinary crime), sehingga hukuman terhadap koruptor juga harus luar biasa (menimbulkan efek jera, memiskinkan, dan membatasi hak-haknya).
Mari bersama tandatangani petisi ini sebagai komitmen kita untuk mewujudkan peradilan yang berpihak pada pemberantasan korupsi.