DKI JakartaHeadlineHukumJakartaNasional

Dugaan Pemerasan Calon Pegawai Bank Bengkulu oleh Rohidin Mersyah

Jakarta,mitratoday.com – Kasus dugaan korupsi kembali mencuat di Provinsi Bengkulu, kali ini melibatkan Gubernur nonaktif Bengkulu, Rohidin Mersyah. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Rohidin meminta uang kepada calon pegawai Bank Bengkulu sebagai bagian dari proses seleksi. Informasi ini terungkap setelah KPK memeriksa dua saksi kunci yang diduga mengetahui praktik tersebut.

Menurut juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, dua saksi yang dimintai keterangan adalah Direktur Kepatuhan Bank Bengkulu, Jufrizal Eka Putra (JEP), dan Direktur Operasional Bank Bengkulu, Mulkan (M). Keduanya diduga memiliki informasi terkait permintaan uang oleh Rohidin Mersyah (RM) dalam proses rekrutmen pegawai di Bank Bengkulu.

“Dua saksi didalami terkait adanya permintaan uang oleh tersangka RM dalam proses seleksi pegawai di Bank Bengkulu,” jelas Tessa dalam keterangan tertulisnya.

Meski demikian, KPK belum membeberkan secara detail jumlah calon pegawai yang dimintai uang oleh Rohidin. Namun, dana yang terkumpul diduga digunakan untuk mendukung biaya kampanye Rohidin dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Bengkulu.

“Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pendanaan pemenangan dirinya,” ujar Tessa.

Dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada Sabtu, 23 November 2024, KPK berhasil menyita uang sebesar Rp7 miliar sebagai barang bukti. Uang tersebut terdiri dari mata uang rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura. Selain itu, delapan orang ditangkap dalam operasi tersebut, namun hanya tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yaitu Rohidin Mersyah, Wakil Gubernur Bengkulu Evriansyah, dan Sekretaris Daerah (Sekda) Bengkulu Isnan Fajri.

Dasar Hukum dan Tuntutan

Para tersangka dalam kasus ini diduga melanggar Pasal 12 huruf e dan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 12 huruf e UU Tipikor mengatur tentang tindakan memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan menyalahgunakan kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan. Sementara itu, Pasal 12B mengatur tentang gratifikasi yang diterima oleh penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.

Jika terbukti bersalah, para tersangka dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar. Selain itu, KPK juga dapat menyita aset-aset yang diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi tersebut.

Implikasi Hukum dan Sosial

Kasus ini menimbulkan keprihatinan publik, terutama karena melibatkan pejabat tinggi daerah yang seharusnya menjadi teladan dalam menjaga integritas dan kejujuran. Praktik pemerasan terhadap calon pegawai tidak hanya merugikan secara materiil, tetapi juga merusak tatanan sistem rekrutmen yang seharusnya berjalan secara transparan dan adil.

KPK diharapkan dapat mengusut tuntas kasus ini untuk memberikan efek jera bagi para pelaku korupsi. Selain itu, kasus ini juga menjadi pengingat bagi seluruh instansi pemerintah dan perusahaan untuk memperketat sistem rekrutmen dan pengawasan internal guna mencegah praktik serupa di masa depan.

Kasus dugaan pemerasan calon pegawai Bank Bengkulu oleh Rohidin Mersyah merupakan bukti bahwa praktik korupsi masih menjadi tantangan serius di Indonesia. KPK sebagai lembaga anti-korupsi diharapkan dapat terus bekerja secara independen dan profesional untuk memberantas korupsi hingga ke akar-akarnya. Masyarakat juga diimbau untuk tetap kritis dan mendukung upaya pemberantasan korupsi demi terwujudnya tata kelola pemerintahan yang bersih dan akuntabel.(Tim).

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button