Namlea,mitratoday.com– Aliansi Masyarakat Adat Pulau Buru (AMA PB), kembali melakukan aksi demonstrasi di Kabupaten Buru,rabu 11 September 2019.
Aksi Demo tersebut dilakukan di beberapa titik diantaranya Simpang Lima Namlea, Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Buru, Kantor Bupati Kabupaten Buru Dan rute Terakhir Kantor DPRD Kabupaten Buru.
Aksi Demo yang di Koordinir oleh Koordinator Lapangan Helmy Lesbassa, dan di hadiri juga perwakilan aksi diantaranya ,Hendrik Latbual Sebagai Koordinator DPD Pemuda Mandiri Peduli Rakyat Indonesia ( DPD LSM PMPRI), dan Orator Berjalnnya Aksi . Epot Latbual, Syarif Lesnussa, Ampi Waemese ,Yermias Selsily, Yongki Leslessy, Iqbal Leslessy, Rudi Seleky dan Risman Solisa , kian membara
Para aksi menuntut agar pemerintah Kabupaten Buru segera membatalkan proses proses yang berkaitan dengan Dijadikannya Danau Rana Sebagai Destinasi Pariwisata Dunia
Aksi Demonstasi yang di hadiri peserta aksi sekitar Lima Puluh orang lebih termasuk perwakilan Orator ini berlangsung dari Simpang Lima Namle hingga berakhir di Kantor DPRD Kabupaten Buru
Degan beratributkan Pengeras Suara ,Megafon Baliho poster Penolakan , peserta aksi juga sempat memasang Sasi Adat di depan Kantor DPRD Kabupaten Buru,.
Menurut Lesbassa ,Pemasangan Sasi Adat di Kantor DPRD Kabupaten Buru merupakan bentuk protes atas ketidak percayaan mereka terhadap Wakil rakyat yang tugasnya mengawal kepentingan rakyat apalagi ini masalah Adat . fungsi daripada wakil rakyat seharusnya mendengar aspirasi rakyat dan merespon dengan melakukan penolakan ucap Lesbassa , menurutnya juga ini merupakan sebuah tindakan larangan yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan jika sasi adat sedemikian itu di buka atau delapas juga harus melalui prosesi adat .
Sebab apa yang kami suarakan dan kami Sasi itu merupakan tanda bahwa kami menolak adanya proses yang berkaitan dengan dijadikannya Danau Rana Sebagai Destinasi Wisata duania dan hal ini merupakan rasa cinta kami terhadap nilai nilai adat .Ucap korlap 1 ,Helmy Lesbasa pada awak media.
Mereka menilai, kebijakan yang diambil tanpa adanya sosialisasi bahkan tanpa negosiasi dengan masyarakat Adat atau tokoh adat yang telah ditugaskan sebagai penjaga Hak 24 suku/marga ,masyarakat Hukum adat pulau buru yang ada di danau Rana dan tanpa ada musyawarah bersama perwakilan tokoh tokoh adat dari 24 suku di Pulau buru.
Danau Rana yang merupakan pusat peninggalan sejarah (tempat pusaka) , 24 suku /marga yang ada di Pulau Buru Provinsi Maluku ini juga memiliki nilai Religius ,Magic yang harus terus di jaga dan lestarikan. Danau Rana adalah jantung dari pertahanan masyarakat Hukum adat Pulau Buru .dan seutuhnya tidak bisa dijadikan sebagai tempat Umum atau tempat berkunjung seperti tempat lainnya. Tandas Lesbassa
Lanjut Lesbasa, Selaku Anak Adat yanng menolak distenasi wisata Danau rana juga menghawatirkan kejadian kejadian berupa hilangnya jati diri masyarakat hukum Adat , apa bila danau rana di jadikan Wisata, ” sudah barang tentu jati diri selaku anak hukum adat akan merasa kehilangan .yang kami takutkan adalah terkikisnya nilai nilai adat serta nilai nilai Religius magic yang sudah menjadi sumbu dan jantunggnya adat bagi kami , 24 suku/marga di Pulau Buru.
ditambah lagi danau rana merupakan pusaka leluhur ,dan tempat peninggalan sejarah maka dengan ini kami selaku anak adat yang lahir dari kandung masyarakat adat menolak dengan tegas jika danau rana dijadikan sebagai tempat wisata.Lanjut Leslesy Kepeda awak media
Tidak hanya itu, mereka juga menuntut agar Pemerintah Kabupaten buru membatalkan Seluruh Program Rana Sapa Dunia dan mencopot Kadis Pariwisata karena diduga Sengaja Melakukan tindakan tidak diinginkan dengan Menjadikan Tempat Karamat 24 Marga Menjadi Ikon Wisata Tanpa adanya Sosialisasi maupun Negosiasi Denga Pemangku adat 24 Marga Pulau Buru Seutuhnya.tutup.Helmy Lasbassa Kordinator aksi.
(E.red)