BENGKULUBengkuluHeadlineHukum

Bangunan di Kawasan Pesisir Pantai Panjang Bengkulu Banyak Terbengkalai, Tanggungjawab Siapa?

Bengkulu,mitratody.com – Kawasan wisata Pantai Panjang di Bengkulu, yang seharusnya menjadi ikon pariwisata unggulan, kini menjadi sorotan publik akibat terbengkalainya sejumlah bangunan yang sebelumnya dibangun dengan dana hibah puluhan miliar.

Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR melalui Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Bengkulu telah menghibahkan sarana dan prasarana senilai Rp 33.076.345.870 pada tahun 2017, 2019, dan 2020. Namun, hingga tahun 2024, banyak bangunan di kawasan tersebut tidak dimanfaatkan sesuai tujuan awal.

Rincian Hibah BPPW di Kawasan Pantai Panjang
1. Penataan Kawasan Pengembangan Kota Hijau Pantai Panjang (2017):
– Penerima: Pemkot Bengkulu
– Unit: 65
– Anggaran: Rp 10.659.044.000

2. Penataan Bangunan Kawasan Pesisir Pantai Panjang (2019):
– Penerima: Pemprov Bengkulu
– Unit: 44
– Anggaran: Rp 10.585.326.055

3. Penataan Kawasan Pesisir Pantai Panjang – Segmen 2 (2020):
– Penerima: Pemprov Bengkulu
– Unit: 83
– Anggaran: Rp 11.831.975.815

Temuan Pemeriksaan dan Permasalahan

Berdasarkan uji petik yang dilakukan pada 28 Februari 2023 oleh BPPW Bengkulu bersama Dinas Pariwisata dan Bidang BMD BPKD Provinsi Bengkulu, ditemukan bahwa:
– Sebagian unit bangunan mengalami alih fungsi oleh pelaku usaha tanpa izin resmi.
– Pemprov Bengkulu belum melakukan koordinasi yang memadai dengan Pemkot Bengkulu terkait perubahan bentuk dan fungsi bangunan.

Hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI tahun 2022 juga menunjukkan bahwa hingga kini, tidak ada tindak lanjut nyata untuk memastikan kebermanfaatan bangunan yang telah menelan anggaran besar.

Arul, perwakilan dari Serikat Rakyat Bengkulu, menilai terbengkalainya bangunan tersebut adalah bentuk pemborosan anggaran negara yang berpotensi merugikan masyarakat. Ia menegaskan pentingnya perhatian serius dari Aparat Penegak Hukum untuk menyelidiki akar permasalahan, mulai dari perencanaan hingga pengawasan proyek.

“Seharusnya, pemerintah memetakan situasi dan kebutuhan sebelum menerima hibah. Jangan sampai terburu-buru hanya karena anggarannya besar, tetapi tidak memberikan manfaat bagi masyarakat,” kata Arul.

Ia juga menyoroti munculnya bangunan baru di kawasan Pantai Panjang pada 2024, yang dikhawatirkan akan bernasib sama. “Kita harus memantau bersama agar pembangunan tidak lagi sia-sia,” tambahnya.

Implikasi Hukum dan Kebijakan

Kasus ini menunjukkan lemahnya perencanaan, pengawasan, dan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengamanatkan pengelolaan keuangan yang akuntabel dan transparan, termasuk dalam pelaksanaan hibah.

Aparat Penegak Hukum, seperti Kejaksaan dan Kepolisian, perlu turun tangan untuk menindaklanjuti dugaan penyalahgunaan atau kelalaian yang menyebabkan bangunan terbengkalai. Sementara itu, pemerintah daerah harus segera mengambil langkah konkret untuk memanfaatkan bangunan tersebut sesuai tujuan awal, demi mendukung kemajuan sektor pariwisata dan ekonomi lokal.

Dengan dana yang begitu besar, kawasan Pantai Panjang seharusnya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan destinasi wisata unggulan. Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, potensi besar ini hanya akan menjadi beban anggaran. Semoga kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah untuk lebih cermat dalam mengelola aset publik di masa mendatang.(Am).

Bagikan

Rekomendasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button